Hari ini bulan Ramadhan sudah memasuki hari kedelapan, ga kerasa sudah satu minggu seluruh umat muslim di dunia melaksanakan salah satu rukun islam yaitu ibadah puasa di bulan Ramadhan. Usia gue sudah 29 tahun pada saat gue nulis ini, yang berarti gue sudah 29 kali melewati Ramadhan. Tentunya setiap tahun berganti selalu ada saja perubahan di setiap Ramadhan, contohnya pada Ramadhan tahun ini gue tinggal di kost-an sendiri setelah pada tahun lalu ada seorang teman sekantor yang tinggal satu kost-an dengan gue yang kini sudah resign karena satu dan lain hal, dan juga lokasi kost-an gue yang pindah dari kost-an sebelumnya dikarenakan tetangga-tetangga yang rewel soal kucing peliharaan gue yang katanya muntah dan buang kotoran sembarangan, padahal belum tentu juga yang melakukan itu kucing gue, bisa jadi kucing liar lain yang mampir kesitu. Anyway intinya gue yang mengalah untuk pergi dari kost-an. Bukan diusir sih, sebenernya masalah sudah selesai dengan gue menitipkan kucing-kucing gue di shelter hewan peliharaan, tapi gue ga nyaman aja kalo setiap hari harus ngeliat muka-muka mereka, jadi yaudah gue pindah aja.
Perbedaan lainnya pada Ramadhan kali ini adalah gue mengalami penurunan semangat dari Ramadhan sebelumnya. Bukan cuma kali ini aja sih tapi beberapa tahun belakangan ini memang yang gue rasain semangat Ramadhan gue semakin lama semakin menipis, entah karena keimanan gue yang makin lembek atau karena ada faktor lain. Tapi kayanya emang keimanan gue aja sih yang semakin cemen lalu kemudian mencoba untuk mencari alasan lain. Hari-hari gue jalani dengan biasa, ga semangat untuk namatin Quran seperti pada Ramadhan sebelum-sebelumnya, pas hari pertama bulan Ramadhan juga gue biasa aja ga sebahagia orang-orang yang dijanjikan untuk masuk surga, pokoknya biasa aja dah. Gue jadi ada pertanyaan terkait dalil yang kurang lebih bunyinya “Siapa bergembira dengan masuknya bulan Ramadhan, Allah akan mengharamkan jasadnya masuk neraka”. Terus apakah orang kaya gue yang biasa aja dalam menyambut bulan Ramadhan apakah akan juga diharamkan jasadnya untuk masuk neraka? Tapi pada tahun-tahun sebelumnya gue sudah pernah loh berbahagia dalam menyambut Ramadhan, apakah “kebahagiaan” gue pada saat itu sudah bisa jadi “kartu bebas neraka” jadi untuk Ramadhan-ramadhan selanjutnya kalopun ga terlalu bahagia pun gapapa? Atau dalil itu berlaku hanya bila setiap Ramadhan kita menyambutnya dengan berbahagia? Ah ga tau juga gue.
Gue mau menyinggung omongan gue barusan bahwa ada tahun-tahun dimana gue sangat gembira menyambut bulan Ramadhan, dan gue akan coba bahas itu sekarang.
Pertama, tahun-tahun ketika sekolah dasar sampai SMP. Memang pada saat itu gue masih berada di usia yang masih seneng-senengnya main. Momen-momen terbahagia pada saat itu adalah ketika awal puasa yang biasanya sekolah diliburkan untuk beberapa hari, pada saaat itulah gue dan teman-teman gue banyak kegiatan seperti menginap di masjid (ini terjadi ketika gue SD doang sih), terus ketika sehabis sholat subuh kita jalan-jalan keliling lingkungan sekitar, main petasan, hingga akhirnya menjelang siang kita semua pun pulang untuk tidur sampai sore, ketika bangun tinggal mandi dan menunggu buka puasa. Kemudian pada saat masuk sekolah pun kita senang karena jam belajar di sekolah dipotong selama Ramadhan jadi kita bisa pulang sekolah lebih cepat. Berlanjut di momen menjelang libur lebaran yang biasanya diawali dengan adanya buka puasa bersama di sekolah. Pada saat inilah kita bisa merasakan suasana sekolah Ketika matahari terbenam, bener-bener moment yang sangat gue rindukan.
Kedua, adalah pada masa dimana
gue baru mulai kerja di Bantar Gebang, iya Bantar Gebang yang itu, yang jadi
tempat pembuangan sampah terakhir itu. Tapi gue bukan kerja di tempat sampahnya
ya, gue kerja di lingkungan pabrik yang ada di sekitar situ.
Di tempat kerja itulah gue jug merasakan nikmatnya puasa ketika bekerja, karena pada saat itu bisa dibilang gue bisa ngerasain baik ketika kerjaan banyak maupun ketika santai dan ga ada kerjaan. Dan karena lokasinya cukup jauh dari rumah gue jadi gue selalu buka puasa di kantor karena kalau pulang pasti ga akan keburu dan gue males aja untuk mampir dan buka puasa di pinggir jalan. Momen yang bikin kangen adalah ketika menjelang maghrib dimana semua orang mulai berhenti bekerja kemudian santai sejenak sambal ngobrol-ngobrol dan ada sebagian yang membantu Office Boy dan Office Girl untuk menyiapkan takjil bagi orang kantor yang berpuasa. Hingga akhirnya gue pulang setelah makan. Momen lainnya juga pada saat weekend jadi lebih berarti karena gue ga bisa tiap hari buka puasa di rumah jadinya lebih seneng aja gitu pas gue bisa buka puasa di rumah.
Sayangnya momen-momen tersebut ga
gue rasain pada kondisi gue yang sekarang, mungkin karena memang siklus
hidupnya yang seperti itu, gue yakin akan ada saatnya juga gue bisa merasakan kembali
kenikmatan-kenikmatan puasa yang baru, yang ga gue rasain pada momen-momen yang
gue certain di atas.
0 Komentar