Skenario Kematian

 


Pernah ga lo membayangkan kematian lo sendiri? Memikirkan bahwa lo harus pergi lebih dulu dan mendahului orang-orang sekitar yang lo sayangi, ayah, ibu, adik, kakak, teman dekat, kekasih mungkin.

Pernah ga lo membayangkan penyebab kematian lo? Entah itu kecelakaan yang mengenaskan atau penyakit mematikan?

Gue pernah, dan bahkan berkali-kali. Ada beberapa skenario di otak gue tentang bagaimana gue mati, bagaimana saat-saat terakhir gue, dan bagaimana keadaan orang yang gue tinggalkan.

Skenario pertama, ini basi sih, karena pada skenario ini gue merelakan hidup gue untuk cinta pertama gue. Skenario pertama ini adalah ketika gue mati dalam sebuah kecelakaan, berlatar tempat di jalan raya ketika pulang sekolah, iya pulang sekolah, tepatnya pulang dari sekolah menengah kejuruan atau SMK, karena disanalah gue bertemu dengan cinta pertama gue. Kecerdasan sosial gue yang pada saat itu sangat payah apalagi bila berhubungan dengan perempuan membuat gue sangat desperate sampai-sampai membuat skenario seperti itu, saking sulitnya gue mendekatinya, mencuri perhatianya, sampai-sampai gue berpikir satu-satunya cara adalah dengan memposisikan gue berada dekat dengan kematian, yang belum tentu juga hal itu berhasil mencuri perhatiannya. Skenarionya adalah ketika ia menyebrang jalan tanpa memperhatikan bahwa lampu lalu lintas sedang hijau dan ada bus dengan kecepatan tinggi yang siap menabrak tubuh mungilnya, kemudian gue berlari dan mendorong tubuhnya hingga kami bertukar posisi dan akhirnya gue lah yang tertabrak oleh bus itu. Sangat biasa sekali bukan? Seperti kejadian-kejadian heroik di sinetron yang biasanya sehabis itu korban jadi hilang ingatan.

Skenario kedua, juga masih berhubungan dengan perempuan. Ketika gue ditinggalkan tanpa alasan yang jelas dan akhirnya membuat gue kesal, dan akhirnya kekesalan itulah yang membuat otak gue mencetuskan skenario kedua. Pada skenario ini juga masih dengan cara kecelakaan, ketika gue pulang kerja yang dimana kantor gue adalah kantor dia juga. Tertabrak oleh pasangan suami istri yang lalai dan sedang berkelahi di kendaraan yang sedang mereka kemudikan, tidak sadar bahwa lampu lalu lintas sudah hijau dan akhirnya menabrak gue hingga motor gue hancur. Namun pada skenario ini gue membuat seolah-olah gue balas dendam dengan cara mendatangi perempuan itu dalam mimpinya, datang dengan pakaian serba putih dan mengucapkan kalimat perpisahan, yang kemudian pada pagi harinya barulah perempuan itu mendapatkan kabar bahwa gue udah meninggal dan akhirnya ia pun menyesal karena udah nyakitin gue. Sungguh cara balas dendam yang aneh bukan?

Skenario ketiga, kali ini ga berhubungan dengan perempuan, dan juga bukan lagi soal kecelakaan, melainkan mengenai gue yang terjangkit penyakit mematikan, yang apalagi kalau bukan kanker. Pada skenario ini gue membayangkan ketika tubuh gue kurus digerogoti kanker, membayagkan rupa gue mirip dengan Nagato di anime Naruto, sangat kurus dengan tubuh tinggal tulang dibalut kulit dengan rambut yang gondrong, namun tidak  berwarna merah seperti Nagato. Gue yang hidupnya tinggal sebentar melihat teman-teman bergantian menjenguk gue, memberikan kalimat semangat yang kosong. Melihat keluarga gue yang ga siap kehilangan gue, dan hal-hal lain yang gue asumsikan dialami oleh pasien kanker stadium akhir.

Bagaimana jika salah satu dari skenario itu terjadi? Meskipun gue yang membuat sendiri skenario-skenario tersebut, pada kenyataannya gue belum siap untuk mati.

Ada yang bilang, orang baik akan mati lebih cepat, karena Tuhan sayang kepada mereka dan Ia tidak ingin orang itu hidup berlama-lama dalam dunia yang penuh tipu daya, dan anehnya statement ini didukung oleh kenyataan di sekitar kita, atau paling engga di sekitar gue lah, karena memang sepanjang hidup gue yang pendek ini ada banyak orang baik yang gue kenal yang ternyata mati muda.

Jadi pertanyaannya adalah, apakah gue akan mendapat “kesitimewaan” itu? Apakah benar orang-orang baik akan mati lebih cepat? Atau apakah gue tidak sebaik itu?

Satu hal yang pasti, kita semua akan berhadapan dnegan kematian, entah kita suka atau engga, entah kita siap atau engga, entah dalam skenario apapun itu, kematian akan datang. Jadi lebih baik kita bersiap-siap.

Posting Komentar

0 Komentar