Sudah dari kecil gue suka dengan hewan berbulu berkaki empat ini, dan kesukaan gue bertambah ketika gue menjalani masa kuliah, namun sayangnya dari dulu keluarga gue ga pernah pelihara kucing dikarenakan ibu gue yang ga suka kucing, bukan benci tetapi lebih ke geli aja karena seperti yang kita tau kucing suka ndusel-ndusel di kaki kita, dan ibu gue sering kaget kalau ada kucing yang melakukan itu.
Sekarang ketika gue tinggal sendiri di kost-an gue mencoba untuk “balas dendam” dengan mengadopsi dua kucing sekaligus. Dua kucing ini sering datang ke kost-an gue jadi gue berpikir kenapa gue ga adopsi aja? Maka jadilah kedua kucing itu gue adopsi menjadi “anak” gue, yang satu jantan berwarna oranye yang gue kasih nama Oleng, dan yang satu betina berwarna belang hitam putih dan gue beri nama Pipi.
Ada keunikan tersendiri ketika gue mengadopsi mereka, yang pertama si Oleng, meskipun terdapat mitos bahwa kucing oranye adalah kucing barbar yang tingkat annoying-nya bisa membuat kesal sampai ke ubun-ubun, tapi ternyata hal itu tidak berlaku dengan si Oleng, karena dia adalah kucing penakut yang kerjanya makan dan tidur tanpa pernah berkelahi, jadi tinggal disodorin makanan aja dia bisa dengan mudah gue jinakkan.
Berbanding terbalik dengan si Pipi, karena pada dasarnya dia adalah kucing liar jadi dia agak susah untuk gue jinakkan, pada awal pertemuan kami dia sama sekali ga mau gue sentuh, jadi pada awalnya interaksi gue sama dia cuma sekadar kasih makan aja tanpa ada sentuhan fisik. Ia baru mau gue sentuh setelah beberapa minggu gue kasih makan, dan bahkan pada akhirnya dia mau gue gendong. Oh iya, si Pipi ini mungkin ada kelainan sama pita suaranya, karena dia ga bisa mengeong, kalaupun bisa suaranya kecil, berbeda dengan si Oleng yang berisik.
Berbulan-bulan kedekatan gue dengan kucing-kucing semakin akrab dan akhirnya mereka secara resmi gue jadikan kucing gue dengan memasangkan kalung lonceng di leher mereka. Dan setelah berbulan-bulan juga ternyata si Oleng memunculkan sifat aslinya, seringkali ketika pulang kerja gue lihat dia berantem dengan kucing liar lain, tapi yang bikin gue bangga adalah dia selalu ada di posisi menang dan mengejar si lawan, gue dalam hati mengucapkan “Bravo Oleng”.
Perubahan juga dialami oleh si Pipi, semakin hari kondisi perutnya semakin membesar. Gue awalnya merasa khawatir, karena perutnya membesar dalam waktu yang lama, kalau memang sedang hamil kenapa lama sekali ga melahirkan. Karena ada saat itu gue ga tau berapa lama kucing mengandung.
Karena kekhawatiran itu gue coba bawa dia ke klinik hewan, karena takut dia terkena penyakit FIV, salah penyakit mematikan pada kucing yang ditandai dengan perut yang membesar. Namun setelah diperiksa oleh dokter hewan ternyata si Pipi beneran hamil, dan gue bersyukur bahwa itu bukanlah FIV.
Sekitar satu bulan setelah dari klinik ternyata Pipi melahirkan 3 anak dengan warna bulu yang lucu-lucu, satu berwarna abu-abu polos, satu berwarna belang hitam putih seperti warna induknya, dan satu berwarna belang tiga, putih hitam dan oren, gue curiga jangan-jangan Pipi dihamili sama si Oleng.
Di hari dia melahirkan jujur gue bingung harus ngelakuin apa, karena kondisinya fisiknya drop dengan napas yang ga teratur. Ketika gue cari tahu ternyata itu adalah hal yang wajar bagi kucing yang baru saja melahirkan, yang bisa kita lakuin cuma menyiapkan makanan dan air yang cukup agar ia tidak dehidrasi.
Setelah 1 bulan anak-anak si Pipi sudah bisa jalan dan beraktifitas, gue sudah memperkirakan bahwa gue akan semakin sibuk dengan adanya anak-anak kucing ini, dan ternyata benar saja, gue harus sering-sering membersihkan poop dan pipis mereka, karena ga seperti kucing dewasa yang bisa dilatih poop di satu tempat, kucing kecil masih sering poop dan pipis sembarangan, alhasil gue merasa cukup kerepotan. Tapi karena pada dasarnya gue suka kucing jadi gue jalani itu semua dengan senang-senang saja dan tanpa mengeluh.
Memang kebiasaan induk kucing untuk memindahkan anaknya dari satu tempat ke tempat lain, seperti halnya Pipi yang dalam 1 bulan itu sering memindahkan anaknya, yang pada awalnya di belakang lemari terus dipindahkan ke samping rak buku, terus dipindahkan lagi ke dalam lemari baju, dan terakhir di kolong meja kerja gue.
Namun beberapa hari kemarin terjadi hal yang memilukan buat gue, si Pipi lagi-lagi memindahkan anak-anaknya, namun kali ini bukan ke lemari atau ke samping rak, tapi keluar. Ga tau kenapa mungkin sudah bosan di dalam kost-an gue yang sempit. Gue yang setiap harinya selalu menantikan pulang kerja untuk melihat anak-anak kucing yang lucu-lucu akhirnya harus nerima kalau di kostan kini tinggal ada si Oleng yang itupun dia ga selalu ada di kostan, tapi si Pipi masih sering datang untuk minta makan dan numpang tidur. Tapi biar bagaimanapun gue ga bisa memaksakan mereka untuk terus berada di kost-an, karena kalau bukan sekarang mungkin nanti mereka yang akan pergi kalau mereka sudah dewasa.
Tapi yang jelas untuk saat ini gue harus berlapang dada karena kehilangan mereka, dan mungkin aja ini cuma sementara, mungkin nanti si Pipi akan kembali dengan membawa anak-anaknya, atau mungkin nanti anak-anaknya sendiri yang datang ketika mereka sudah dewasa.
0 Komentar