Suara alarm berbunyi membangunkanku pada pagi itu, bangun dengan mata yang masih mengantuk dan disilaukan oleh cahaya televisi, salah satu kebiasaan buruk diriku yang membiarkan televisi masih menyala dari malam hingga pagi sementara aku tertidur.
Diduga jumlah korban mencapai 32 orang
“Duk”, lututku terbentur kaki meja ketika berjalan lunglai menuju kamar mandi, bermaksud untuk bersiap pergi bekerja.
“Duk”, lututku terbentur kaki meja ketika berjalan lunglai menuju kamar mandi, bermaksud untuk bersiap pergi bekerja.
Penyebab tenggelamnya kapal Ombak Beriring dengan tujuan pelabuhan Pangkal Balam Kepulauan Bangka Belitung masih belum diketahui.
Selesai dari kamar mandi dan berpakaian aku hendak mematikan televisi lalu kemudian dibuat terkejut dengan Headline berita yang ditampilkan, “Tenggelamnya Kapal Ombak Beriring”.
Dua minggu berlalu semenjak kejadian nahas itu, dan suasana duka masih begitu kental menyelimuti desa kami, bagaimana tidak, maksud kepergian untuk berwisata namun justru petaka yang didapatkan. Hingga saat ini hanya 4 jenazah yang baru ditemukan dari total 18 orang yang pergi pada hari itu, sementara sisanya tak tahu entah kemana, namun seluruh keluarga berusaha untuk mengikhlaskan.
Hari itu, seluruh warga desa bermaksud membuat upacara pemakaman dan mendoakan para korban kecelakaan yang tidak berhasil ditemukan.
Properti adat upacara sudah disiapkan, tokoh-tokoh penting desa sudah hadir, dan seluruh warga desa sudah berdatangan, termasuk aku yang hadir pada hari itu.
Kini tibalah saatnya ketika keempat jenazah dimasukkan ke dalam rumah peribadatan untuk didoakan.
“Pak, kok orang-orang itu ga ikut masuk dan duduk disini bareng kita sih pak.” Ucap seorang anak kecil.
“Orang-orang yang mana, Dek?”
“Itu loh Pak, yang berkerumun di depan pintu mesjid.
Dengan bingung Si Ayah melihat ke luar mencari-cari orang yang dimaksud oleh si adek kecil.
“Ga ada siapa-siapa, Dek.” Ucap si ayah.
“Itu loh Pak, kan rame disitu masa bapak ga ngeliat.”
“Yaudah Dek biarin aja, nanti juga kalo mereka mau ikut mendoakan ya mereka bakalan masuk.”
“Tapi kalopun mereka masuk kayanya ga akan boleh sama pak ustad, karna mereka bajunya kotor dan basah Pak.”
Aku mulai merinding mendengar percakapan tersebut dan menyadari siapa yang dimaksud oleh si adek kecil, bahwa ternyata yang menghadiri upacara doa pada hari itu bukan hanya mereka yang ingin mendoakan, tetapi juga meraka yang didoakan.
Kemudian seorang tokoh agama berdiri dan mulai berbicara, tanda upacara doa akan segera dimulai.
Selesai dari kamar mandi dan berpakaian aku hendak mematikan televisi lalu kemudian dibuat terkejut dengan Headline berita yang ditampilkan, “Tenggelamnya Kapal Ombak Beriring”.
Dua minggu berlalu semenjak kejadian nahas itu, dan suasana duka masih begitu kental menyelimuti desa kami, bagaimana tidak, maksud kepergian untuk berwisata namun justru petaka yang didapatkan. Hingga saat ini hanya 4 jenazah yang baru ditemukan dari total 18 orang yang pergi pada hari itu, sementara sisanya tak tahu entah kemana, namun seluruh keluarga berusaha untuk mengikhlaskan.
Hari itu, seluruh warga desa bermaksud membuat upacara pemakaman dan mendoakan para korban kecelakaan yang tidak berhasil ditemukan.
Properti adat upacara sudah disiapkan, tokoh-tokoh penting desa sudah hadir, dan seluruh warga desa sudah berdatangan, termasuk aku yang hadir pada hari itu.
Kini tibalah saatnya ketika keempat jenazah dimasukkan ke dalam rumah peribadatan untuk didoakan.
“Pak, kok orang-orang itu ga ikut masuk dan duduk disini bareng kita sih pak.” Ucap seorang anak kecil.
“Orang-orang yang mana, Dek?”
“Itu loh Pak, yang berkerumun di depan pintu mesjid.
Dengan bingung Si Ayah melihat ke luar mencari-cari orang yang dimaksud oleh si adek kecil.
“Ga ada siapa-siapa, Dek.” Ucap si ayah.
“Itu loh Pak, kan rame disitu masa bapak ga ngeliat.”
“Yaudah Dek biarin aja, nanti juga kalo mereka mau ikut mendoakan ya mereka bakalan masuk.”
“Tapi kalopun mereka masuk kayanya ga akan boleh sama pak ustad, karna mereka bajunya kotor dan basah Pak.”
Aku mulai merinding mendengar percakapan tersebut dan menyadari siapa yang dimaksud oleh si adek kecil, bahwa ternyata yang menghadiri upacara doa pada hari itu bukan hanya mereka yang ingin mendoakan, tetapi juga meraka yang didoakan.
Kemudian seorang tokoh agama berdiri dan mulai berbicara, tanda upacara doa akan segera dimulai.
0 Komentar